Minggu, 28 November 2010

kunjungan gubernur

KUNJUNGAN PAK BIBIT WALUYO

MELIHAT PRAKTIK MAHASISWA


MENGIKUTI PERKULIAHAN DI DEMONSTRASI ROOM


PENYAMBUTAN KEDATANGAN PAK BIBIT WALUYO


FOTO BERSAMA ANAK TINGKAT SATU


ayah and ibu


ayahku jaman belum ada aku.....masih gagah.... dan sekarang perutnya gede bgt kayak orang hamil.....hahhahah ayah ayah.... I lope you pull dah...


ayah and ibu masih pacaran......ihir ihir..... endless lope nih ye.....

masa kecilku...!!!



umur empat bulan neh...hahahhaha lucu yah......!!!




 bergaya dengan topi ayah.....hahhaha


sama eyang uti...ibu...and kakak kuh.........

masa masa tingkat satu

wah masih culun culun banget.......!!!!

askep BPH


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH
BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:
v Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan endokrin.
v Faktor umur / usia lanjut.
v Unknown / tidak diketahui secara pasti.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
- Kapsul anatomis
- Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
o Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
o Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone
o Di sekitar uretra disebut periuretral gland
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas

E. PATHWAY
Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomiKompensasi otot destrusorSpasme otot spincterMerangsang nociseptorHipotalamusDekompensasi otot destrusorPotensi urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal meningkatGagal ginjalRetensi urinPort de entrée mikroorganismekateterisasiLuka insisiResiko disfungsi seksualNyeriResti infeksiResiko kekurangan vol cairanResiko perdarahan: resiko syok hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola eliminasiKurang informasi ttg penyakitnyaKurang pengetahuanHyperplasia periuretralUsia lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH
F. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis
I. FOKUS PENGKAJIAN
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
a) Data subyektif :
o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b) Data Obyektif:
o Terdapat luka insisi
o Takikardi
o Gelisah
o Tekanan darah meningkat
o Ekspresi w ajah ketakutan
o Terpasang kateter

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya.

K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
f. Impoten terjadi pada prosedur radikal
g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

askep urolitiasis


A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
o Batu saluran kemih (urolitiasis) adalah adanya batu pada saluran kemih yang bersifat idiopatik, dapat menimbulkan statis dan infeksi.
o Mengacu pada adanya batu (kalkuli) pada traktus urinarius.
2. ETIOLOGI
Masih belum dapat dipastikan kemungkinan adanya, namun secara umum penyebab dari penyakit ini adalah sebagai berikut:
a. Faktor infeksi, dimana penyebab tersering dari infeksi ini adalah adanya Escherichia Coli.
b. Peningkatan vitamin D
c. Diet yang salah.
d. Kekurangan minum atau dehidrasi.
e. Hyperparathiroidisme, penyakit metabolic bawaan.
f. Factor lingkungan yang secara umum berasal dari factor sumber pemerolehan air minum.
g. Tirah baring yang lama.
3. MANIFESTASI KLINIS.
Adanya batu pada traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi dan infeksi.
Ketika batu menghambat aliran urine maka menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pada ginjal serta ureter.
Infeksi yang disertai demam, menggigil, disuria terjadi karena iritasi yang terus-menerus.
Bila nyeri mendadak menjadi akut disertai nyeri tekan diseluruh area kosto vertebral dan muncl mual dah muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal.
Diare dan ketidak nyamanan abdominal terjadi karena reflek renointestinal ginjal ke lambung dan usus besar.
Batu yang terjebak di kandung kemih menyebabkan gejala iritasi. Jika batu menyebabkan obstruksi akan menyebabkan terjadinya retensio urine.
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium
o Urine analisis, volume urine, berat jenis urine, protein, reduksi, dan sediment.
o Urine kultur meliputi: mikroorganisme, sensitivity test.
o Darah yang meliputi: leuco, diff, LED, kadar ureum dan kreatinin, kadar urine acid, kadar cholesterol, GTT, UCT.
b. Rontgen foto
BNO/buik neir overzicht = CVB (ginjal, ureter, buli-buli) = plain foto abdomen. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui: batu dalam saluran kemih, tulang-tulang, ileo spoas lining, dan contour ginjal.
5. MACAM BATU MENURUT TEMPATNYA
a. Batu ginjal.
Batu yang berbebtnuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di baian ginjal, seperti di kalix minor atas dan bawah, di kalix mayor, di daerah pyelum dan di atas (up junction).
o Batu di kalix minor atas.
Batu ini kemungkinan silent stone dengan symptom stone.
o Batu di kalix monir bawah.
Batu yang terdapat di bagian ini biasanya merupakan batu koral (staghorn stone), dan berbentuk seperti arsitektur dari kalices. Batu ini makin lama akan bertambah besar dan mendesak pharencim ginjal sehingga pharencim ginjal semakin menipis. Jadi batu ini potensial berbahaya bagi ginjal.
o Batu di kalix mayor.
Jenis batu ini adalah batu koral (staghorn stone), tetapi tidak menyumbat. Batu pada daerah ini sering tidak menimbulkan gejala mencolok / akut, tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang. Batu inipun makin lama akan semakin membesar dan mendesak pharencim ginjal sehingga pharencim ginjal akan semakin menipis, batu inipun berbahaya bagi ginjal.
o Batu di pyelum ginjal.
Batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan kolik pain dan gejala lain.
Tindakan pengobatannya sebaiknya batu pada daerah ini dilakukan pengangkatan batu, karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kalix mayor sehingga tindakan operasi akan lebih sulit untuk dilaksanakan.
o Batu di atas Up Junction.
Daerah up junction merupakan salah satu tempat penyempitan ureter yang fisiologist, sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat melalui daerah tersebut.
b. Batu ureter.
Tanda dan gejala:
o Tiba-tiba timbul kolik pain mulai dari pinggang hingga testes pria atau ovarium pada wanita, pada posisi apapun pasien sangat kesakitan.
o Kadang-kadang disertai perut kembung, nausea, muntah.
o Gross hematuria.
c. Batu buli-buli.
Batu buli-buli terdapat pada semua golongan umur dari anak sampai orang dewasa.
6. PENATALAKSANAAN
a. Farmako terapi.
o Natrium Bikarbonat.
o Asam Aksorbal.
o Diuretik Thiasid.
o Alloporinol.
b. Pengangkatan batu melalui Pembedahan.
o Pielolitotomi.
o Uretolitotomi.
o Sistolitotomi.
o Lithotripsi ultrasonic perkutan / PUL.
7. PATOFISIOLOGI
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk ketika konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu. Seperti sitrat yang secaa normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta status cairan pasien.
Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat dan perubahan metabolic kalsium, hiperparatiroid, malignansi, penyakit granulo matosa (sarkoldosis, tuberculosis), masukan vitamin D berlebih merupakan penyebab dari hiperkalsemia dan mendasari pembentukan batu kalsium. Batu asam urat dapat dijumpai pada penyakit Gout. Batu struvit mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalam urine kaya ammonia – alkalin persisten akibat uti kronik. Batu urinarius dapat terjadi pada inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi pada pasien yang mengalami penurunan efek absorbsi sistin (asam ammonia) turunan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas / Istirahat
Subyektif : Keterbatasan aktivitas / imobilisasi berhubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh: penyakit tidak sembuh, cedera medulla spinalis).
b. Sirkulasi
Obyektif :
- Peningkatan tekanan darah / nadi
- Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Subyektif :
- Riwayat adanya ISK kronik, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
- Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh.
- Rasa terbakar, dorong berkemih.
- Diare.
Obyketif :
- Oliguria
- Hematuria
- Piuria
- Perubahan pola berkemih.
d. Makanan / cairan
Subyektif:
- Mual / muntah, nyeri tekan abdomen.
- Diet tinggi purin, kalsium oksalat dan / atau fosfat.
- Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Obyektif:
- Distensi abdomen
- Penurunan / tidak adanya bising usus.
- Muntah.
e. Nyeri / kenyamanan.
Subyektif:
- Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi bat, contoh pada panggul, abdomen, dan turun ke lipat paha / genetalia. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
- Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Obyektif:
- Melindungi, perilaku distraksi.
- nyeri tekan pada area ginjal pada saat palpasi.
f. Keamanan
Subyektif:
- Penggunaan alcohol.
- Demam, menggigil.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral dan trauma jaringan, pembentukan edema, ischemia seluler.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
c. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.
d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan dengan proses penyakit.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual / muntah (nausea) dan diuresis obstruksi.
f. Infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan nyaman nyeri:
Kemungkinan berhubungan dengan:
o Peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral.
o Trauma jaringan, pembentukan edema, iskhemia seluler.
Tujuan:
o Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.
Kriteria evaluasi:
o Tampak rileks, mampu beristirahat dengan tepat.
Intervensi keperawatan:
o Kaji skala nyeri dan lokasi
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus.
o Beri tindakan nyemen seperti pijatan pinggang (relaksasi dan distraksi).
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
o Bantu ambulasi sering dan tingkatkan pemasukan cairan.
Rasional : hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.
o Beri kompres hangat pada punggung.
Rasional : menghilangkan tegangan otot dan menurunkan refleks spasme.
o Kolaborasi pemberian obat narkotik, reflek spasme dan edema jaringan.
Rasional : untuk membantu gerakan batu.
b. Perubahan eliminasi urine.
Kemungkinan berhubungan dengan:
o Stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureter.
o Obstruksi mekanik, inflamasi.
Tujuan:
o Berkemih dengan jumlah yang normal dan biasa.
Criteria evaluasi:
o Tidak mengalami tanda-tanda obstruksi.
Intervensi keperawatan:
o Observasi intake dan output cairan serta karakteristik urine.
Rasional : mengetahui fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
o Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, debris, dan membantu lewatnya batu.
o Periksa urine dan catat adanya keluaran batu.
Rasional : penemuan batu menunjukkan identifikasi tipe batu dan pilihan terapi.
o Pertahankan patensi kateter tak menetap.
Rasional : membantu aliran urine / mencegah retensi dan komplikasi.
o Kolaborasi pemberian obat Asetozolamide, Amonium Klorida, Asam ashorbat.
Rasional : meningkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan batu asam, menurunkan pembentukan batu fosfat dan mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin.
c. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan:
o Suhu kembali dalam keadaan normal.
Criteria evaluasi:
o Suhu tubuh 36oC – 37oC.
o Mukosa tidak kering.
Intervensi keperawatan:
o Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
o Jauhkan dari baju tebal / selimut tebal.
Rasional : dapat meningkatkan suhu tubuh.
o Anjurkan minum sesuai dengan kebutuhan.
Rasional : memenuhi cairan tubuh.
o Ciptakan lingkungan yang nyaman.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan:
o Ansietas berkurang.
Criteria evaluasi:
o Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan, ekspresi wajah rileks.
Intervensi keperawatan:
o Beri kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan harapannya.
Rasional : kemampuan pemecahan masalah pasien ditingkatkan bila lingkungan nyaman dan mendukung untuk diberikan.
o Beri informasi tentang sifat penyakit, tujuan tindakan dan pemeriksaan diagnostic.
Rasional : pengetahuai membantu mengurangi ansietas.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit sehubungan dengan mual dan muntah dan diuresis pasca obstruksi.
Tujuan:
o Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Criteria evaluasi:
o TTV stabil, BB normal, nadi perifer normal.
o Membrane mukosa lembab.
o Turgor kulit membaik.
Intervensi keperawatan:
o Obsevasi intake dan output cairan dan eletrolit.
Rasional : membandingkan keluaran actual dan diantisipasi membantu evaluasi adanya kerusakan ginjal.
o Catat adanya muntah dan diare.
Rasional : muntah dan diare berhubungan dengan kolik ginjal karena syaraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
o Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3 – 4 liter/hari.
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan yang dapat membantu batu keluar.
o Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.
o Kolaborasi pemberian cairan parenteral dan obat antiemetik.
Rasional : mempertahankan volume cairan dan menurunkan mual dan muntah.
o Kaji TTV, turgor kulit dan membrane mukosa.
Rasional : indicator hidrasi / volume cairan.
f. Infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius.
Tujuan:
o Infeksi tidak berlanjut.
Criteria evaluasi:
o Tanda-tanda infeksi berkurang.
Intervensi keperawatan:
o Observasi tanda-tanda infeksi.
Rasional : mengetahui perkembangan pasien.
o Catat karakteristik urine.
Rasional : urine keruh dan bau menunjukkan adanya infeksi.
o Gunakan teknik aseptic bila merawat.
Rasional : membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh.
o Tingkatkan cuci tangan pada pasien dan staf yagn terlibat.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
C. LITERATUR
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.
Kumar, Robbins. 1995. Patologi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Askep Depkes. 1996. Urogenital. Depkes. Jakarta: ——–

[+/-]

kunjungan gubernur

[+/-]

ayah and ibu

[+/-]

masa kecilku...!!!

[+/-]

masa masa tingkat satu

[+/-]

askep BPH

[+/-]

askep urolitiasis